Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2023/PN Plk NAMIRA SALSABILLA PUTRI binti alm ARIEL ABU HASAN Pemerintah Negara RI cq Kepala Kepolisian Negara RI cq Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 03 Jul. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2023/PN Plk
Tanggal Surat Senin, 03 Jul. 2023
Nomor Surat 003.07Lfm&Ass/Perm.Pra/pnpry/2023
Pemohon
NoNama
1NAMIRA SALSABILLA PUTRI binti alm ARIEL ABU HASAN
Termohon
NoNama
1Pemerintah Negara RI cq Kepala Kepolisian Negara RI cq Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

A.            DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN DAN  LEGAL STANDING PEMOHON

1.            Bahwa keberadaan/eksistensi Lembaga Praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP Bab XII Bagian Kesatu KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/PUU-XII/2014 Tanggal 28 April 2015, secara jelas dan tegas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu Penyelidik/Penyidik maupun Penuntut Umum), sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud/tujuan lain diluar yang ditentukan secara eksplisit oleh KUHAP. Koreksi ini dilakukan guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi setiap orang termasuk dalam hal ini hak asasi PEMOHON;

2.            Bahwa secara khusus Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/PUU-XII/2014 Tanggal 28 April 2015, telah memberikan penegasan dan interpretasi bahwa "penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan adalah termasuk objek praperadilan";

3.            Bahwa menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP: "Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya",

4.            Bahwa Lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 83 KUHAP harus dimaknai dan diartikan sebagai suatu lembaga untuk menguji perbuatan hukum yang akan diikuti dengan upaya paksa oleh Penyidik atau Penuntut Umum, apakah perbuatan hukum/tindakan tersebut telah sesuai dengan ketentuan undang-undang dan apakah telah dilengkapi administrasi dengan penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan Penyidik atau Penuntut Umum dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;

4.1.         Tersangka, Terdakwa atau Terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

4.2.         Tuntutan ganti kerugian oleh Tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang Praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77;

4.3.         Bahwa permohonan yang dapat diajukan dalam pemeriksaan praperadilan, selain daripada persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (Pasal 77 KUHAP), juga meliputi tindakan lain sebagaimana ditentukan secara tegas dalam ketentuan Pasal 95 KUHAP, yang berbunyi:

Bahwa dengan perkataan lain dari ketentuan Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP tersebut adalah pada pokoknya merupakan tindakan Penyidik atau Penuntut Umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang (in casu PEMOHON). Oleh karena itu tindakan yang dilakukan oleh TERMOHON menjadi objek permohonan praperadilan;

Bahwa tujuan praperadilan sebagaimana tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional, dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya;

5.            Bahwa selain itu, berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan seseorang menjadi Tersangka, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt.Sel. telah menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan dengan menyatakan antara lain "tidak sah menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka".

6.            Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 130/PUU-XII/2015 Tahun 2015, mengenai (SPDP) harus wajib diberikan kepada JPU maupun kepada Tersangka, sebagaimana Pasal 109 ayat (1) KUHAP, ayat (2) berbunyi “menyatakan Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP :

Pasal (1) berbunyi “dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan

tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Ayat (2) berbunyi “dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi

hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau

keluarganya”. Dan Pasal (3) berbunyi “ Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum”.

7.            Maka hal ini mengenai Pasal 109 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ketidak jelasan batas waktu proses penyidikan di kepolisian. Maka kami selaku Penasihat Hukum Tersangka NAMIRA SALSABILLA PUTRI Binti (Alm) ARIEL ABU HASAN mengajukan Permohonan ini kepada Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Cq. Hakim Tunggal yang memeriksa dan Memutus perkara a quo untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya atas perkara ini;

8.            Bahwa kami Penasihat Hukum Pemohon NAMIRA SALSABILLA PUTRI Binti (Alm) ARIEL ABU HASAN  hal ini telah merugikan Pemohon NAMIRA SALSABILLA PUTRI Binti (Alm) ARIEL ABU HASAN, karena tidak ada  batas waktu proses penyidikan oleh penyidik. Dengan tidak diberikannya SPDP kepada Tersangka maka Tersangka tidak bisa mempersiapkan dirinya untuk melakukan pembelaan dengan mencari dan menghadirkan Penasihat Hukumnya pada saat dilakukan Pemeriksaan terhadap diri Tersangka. Karena pada saat pemeriksaan Tersangka tidak didampingi oleh Penasihat Hukum. Sebagaimana ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan pasal ini, seorang tersangka wajib didampingi pengacara jika dijerat ancaman pidana mati atau ancaman diatas lima tahun penjara.  Kata wajib, artinya segala bentuk pemeriksaan tidak dapat dilakukan apabila seorang tersangka atau terdakwa belum didampingi penasihat hukum;

9.            Oleh karena itu, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan ini, maka untuk itu sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tanggal 16 Februari 2015 menyatakan dalam amar putusannya, "Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah";

10.          Bahwa dengan demikian berdasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor: 21/PUU-XII/2014 Tanggal 28 April 2015, ketentuan – ketentuan KUHAP, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam Perkara Praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/ PN.Jkt. Sel., Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel. Tanggal 16 Februari 2015, dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 378/Pdt.G/2014/PN JKT.SEL Tanggal 27 Mei 2015, sebagaimana disebutkan diatas, maka obyek praperadilan yang dimohonkan pemeriksaannya oleh PEMOHON kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas tindakan TERMOHON yang melakukan perbuatan hukum/tindakan proses penyidikan yang tidak sah menurut hukum dan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka secara tidak sah adalah termasuk objek praperadilan";

11.          Bahwa menurut pendapat hukum (doctrine) Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan Lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan Kepolisian dan/atau Kejaksan (yang dalam perkara ini adalah Termohon dalam permohonan praperadilan in casu) yang melanggar hukum dan merugikan seseorang yaitu Pemohon, dimana Lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai pengawas terhadap upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik dalam batas-batas tertentu;

12.          Bahwa tindakan/perbuatan hukum Termohon yang menetapkan status seseorang sebagai Tersangka in casu Pemohon, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum/tidak sah, menimbulkan implikasi yuridis yang memberikan hak hukum bagi seseorang in casu Pemohon untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan/legalitas tindakan/perbuatan hukum Termohon tersebut melalui Lembaga Praperadilan ini.

13.          Bahwa   menurut  putusan  Mahkamah  Konstitusi  Nomor   65/PUU-IX/2011, halaman 30 menyatakan, “...filosofi diadakannya pranata  Praperadilan yang justru  menjamin  hak-hak  Tersangka/terdakwa  sesuai  dengan harkat  dan martabatnya sebagai manusia”. Dengan demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi ini pada hakekatnya Praperadilan itu adalah untuk menjamin hak-hak warga negara, dari kesewenang-wenangan yang mungkin  dan   dapat   dilakukan   oleh   aparat   penegak  hukum   dalam konteks penegakan hukum;

14.          Bahwa Praperadilan sebagaimana diatur dalam KUHAP tersebut harus dimaknai sebagai Lembaga untuk menguji perbuatan hukum  yang   dilakukan  oleh  penyidik  atau  penuntut umum, karena pada dasarnya tuntutan melalui Praperadilan adalah untuk menguji sah tidaknya perbuatan hukum yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan  atau  penuntutan  sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia    Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015.

15.          Bahwa   sebagaimana ketentuan Pasal  1  ayat   (3)  UUD  1945   “Negara  Indonesia  adalah negara  hukum”  dan  menurut Pasal  28D  UUD 1945,  “Setiap  orang  berhak atas pengakuan,  jaminan,  perlindungan  dan  kepastian  hukum yang   adil serta  perlakuan  yang  sama di  hadapan hukum” bermakna  bahwa  hak asasi  manusia untuk mempertahankan harkat, martabat, dan kedudukannya sebagai manusia di hadapan hukum melalui proses hukum yang  berkeadilan dan  bermartabat;

16.          Bahwa dalam praktik hukum, Lembaga Praperadilan harus diartikan sebagai upaya pengawasan terhadap penggunaan wewenang oleh penyidik untuk menjamin agar  tidak terjadi  penyimpangan   terhadap   hukum acara (prosedur) yang mengarah pada abuse of power  sehingga akan  berdampak pada dilanggarnya  hak  asasi  manusia oleh  aparat  penegak hukum  atas nama penegakan hukum;

17.          Bahwa dengan adanya penetapan sebagai tersangka maka akan dilakukan upaya-upaya paksa yang  lain  seperti  penangkapan, penahanan, penggeledahan dan   penyitaan, sehingga   sesuai   putusan  Mahkamah  Konstitusi   Nomor 21/PUUXII/2014   tanggal   28  April  2015,   maka   mutatis   mutandis  dapat menjadi obyek  Praperadilan;

18.          Bahwa dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka, maka  penyidik  haruslah mempunyai bukti permulaan yang cukup ’yakni bukti permulaan yang digunakan sebagai dasar untuk  menduga adanya tindak pidana sesuai Pasal 1 angka 14 KUHAP. KUHAP tidak mengatur mengenai definisi ‘bukti permulaan yang  cukup’ yang dalam prosesnya kerap menimbulkan ketidakpastian  hukum  dan  memperluas “subyektivitas penyidik” untuk menentukan suatu tindak pidana, menetapkan seseorang sebagai  tersangka tindak pidana tersebut dan bahkan mengekang kebebasan hak asasi manusia seseorang;

19.          Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014  kemudian menyatakan bahwa ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang  cukup’ dalam Pasal 1 angka 14,  Pasal 17,  dan  Pasal 21  ayat  (1) KUHAP harus ditafsirkan  sekurang-kurangnya  dua alat bukti  sesuai  Pasal  184  KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan  tersangkanya dimungkinkan  dilakukan  tanpa kehadirannya (in absentia);

20.          Bahwa ketika ruang subjektivitas begitu besar dalam menetapkan seseorang sebagai Tersangka, maka potensi pelanggaran hak asasi manusia “atas nama hukum” pun  semakin besar dan  peluang terjadinya  abuse of power  oleh penegak hukum juga menjadi semakin besar. Oleh karena itulah  seyogyanya  peningkatan   status   perkara   darI “Penyelidikan” kepada “Penyidikan” harus dibarengi dengan  mekanisme untuk  melakukan check and  balance. Di dalam sistem acara pidana inquisitorial, seperti juga yang diadopsi oleh KUHAP, keseimbangan menjadi hal yang sangat mutlak. Karena keadilan hanya didapat apabila memenuhi kriteria-kriteria prosedural tertentu sebagaimana semangat yang diusung KUHAP dan juga Putusan  Mahkamah Konstitusi Nomor  21/PUU- XII/2014;

21.          Bahwa upaya permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah sesuai pula dengan semangat dan nilai-nilai yang terkandung didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, sebagai berikut:

Ketentuan Pasal 3 ayat (2), yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum",

 Ketentuan Pasal 17, yang berbunyi: "Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar,

B.            URAIAN FAKTA-FAKTA HUKUM SEBAGAI ALASAN PRAPERADILAN

1.            Bahwa Pemohon telah ditangkap dan ditahan oleh Termohon, dalam perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberatasan tidak pidana perdaganagan orang.

2.            Bahwa berawalnya  dari informasi masyarakat yang ada dugaan tidak Pidana Perdagangan Orang

3.            Bahwa Pemohon ditangkap dan ditahan oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap./53/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023 dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/54/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023, sehingga oleh karenanya Pemohon telah ditahan Termohon sudah lebih dari selama 8 Hari terhitung sejak ditahan pada tanggal 18 Juni 2023 sampai dengan permohonan ini diajukan;

4.            Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan kemudian Pemohon telah dilakukan Penahanan oleh Termohon ialah terkait dengan dugaan Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberatasan tidak pidana perdaganagan orang. dengan uraian kejadian (Tempus Delectie) terjadi pada hari malam minggu tanggal 18 Juni 2023 sekitar pukul 01 :00 AM  malam dan tempat kejadian (Locus Delectie) di di Hotel Swiss-Belhotel Danum Palangka Raya Jalan Tjilik Riwut Km. 5 No:09, Kota Palangka Raya

5.            Bahwa permohon di dilakukan penangkapan di Lobby Loung Bar Hotel Swiss-Belhotel Danum Palangka Raya Jalan Tjiklik Riwut Km. 5 No : 09, Kota Palangka Raya

6.            Bahwa setelah Pemohon ditangkap kemudian Termohon membawa Pemohon masuk ke Kamar korban Hikmah Ramadita dengan No 3304  yang berusia 20 tahun dan Termohon membawa Pemohon ke kamar Korban Alia Rafidah dan Hendriko dengan No 3306 di Hotel Swiss-Belhotel Danum Palangka Raya Jalan Tjiklik Riwut Km. 5 No : 09, Kota Palangka Raya

7.            Bahwa pada saat itu saksi Hendriko dan bersama saksi Korban Alia Rafidah dalam kamar No 3306 berdua dalam kamar, saksi Hendriko memakai celana dalam tanpa memakai baju dan saksi korban Alia Rafidah memakai celana dalam dan memakai beha tanpa memakai baju bosana

8.            Bahwa melakukan penakapan terhadap permohon tidak ada menujukan surat Perintah Penangkapan dan Penggeledahan oleh Termohon mengamankan barang bukti berupa 1 (satu) Unit kendaraan jenis R4, dan 3 (tiga) buah kondom atau alat Kontrasepsi, 1 (satu) set pakaian dan 1 (satu) gawai dengan merk Iphone serta Uang tunai sebesar Rp. 6 Juta

9.            Bahwa Termohon menyuruh Pemohon masuk kamar Nomor : 3306 milik saksi Hendriko dan saksi korban Alia Rafidah dan masuk ke kamar 3304 kamar milik Hikmah Ramadita kemudian Termohon memasukan uang 6 juta ke dalam tas Pemohon untuk melakukan pengambilan dokumentasi  yang akan jadikan barang bukti

10.          Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan kemudian Pemohon telah dilakukan Penahanan oleh Termohon sebagaimana Laporan Polisi Nomor : LP/A/03/VI/2023/SPKT/POLDA KALIMANTAN TENGAH tanggal 18 Juni 2023,  Laporan Polisi yang dimaksud pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 3 ayat 5 huruf A ”laporan polisi model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung pristiwa yang terjadi; Yang kemudian, Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/41/VI/RES.1.15./2023/Ditreskrimum tanggal 18 Juni 2023, telah melakukan penyidikan atas laporan Polisi tersebut;

11.          Bahwa oleh karena itu sangat wajar dan beralasan apabila dinyatakan bahwa tindakan/perbuatan TERMOHON yang telah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan alat bukti yang tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum adalah cacat hukum dan tidak sah;

C.            PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA TIDAK DIDUKUNG DENGAN ALAT BUKTI CUKUP

1.            Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP mengatur pengertian penyidikan ialah ”serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpul bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” dan berdasarkan pada Ratio Decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yakni ”ketika akan ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik, yaitu, harus melalui proses atau rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut penyidik menemukan tersangkanya, bukan secara subjektif penyidik menemukan tersangka tanpa mengumpulkan bukti”.

2.            Sebagaimana ketentuan Pasal yang disangkakan Termohon kepada Pemohon yakni dugaan Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberatasan tidak pidana perdaganagan orang.

Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 tahun 2007 tentang TPPO

Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerima, seorang dengan acaman kekerasan, penggunaan kekerasan, Penculikan, Penyekapan, Pemalsuan, Penipuan, Penyalahgunaan kekuasaan atau posisi retan, penjara utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut diwilayah Negara Republik Indonesia, di pidanakan dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit  Rp. 120.000.000.00 (seratus dua puluh juta Rupiah).

3.            Jika mengacu pada ketentuan Pasal yang diterapkan Termohon sehingga Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan sebagaimana diuraikan pada uraian permohonan angka 7 dalam permohonan ini, ialah ”Tindak Pidana Perdagangan orang”, maka oleh karena itu, Pemohon mempertanyakan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon yang dijadikan dasar atau alasan Pemohon ditetapkan Tersangka, yang dalam hal ini oleh Termohon tanpa ada alat bukti lain, sangat jelas bahwa Termohon sangat sewenang-wenang dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka.

D.            PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA BERASAL DARI TINDAKAN PENYIDIKAN YANG TIDAK PROSEDURAL SEHINGGA BERAKIBAT BAHWA PENYIDIKAN TERMOHON ADALAH CACAT HUKUM

1.            Bahwa memperhatikan pada Surat Penakapan terhadap Pemohon yang dilakukan oleh Termohon yakni Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap./53/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023  dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/54/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023, dan Surat Pemberitahuan Penangkapan dan Penahan yang dimana kedua surat Pemberitahu Penangkapan dan Penahanan terkait dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 21 tahun 2007 tentang Perdagangan orang,  yang dilakukan penyidikan baru dikasih kepada pihak keluarga Tersangka pada hari Minggu tanggal 19 Juni 2023 sekitar Pukul 15.30 Wib sore di rumah kediaman orang tua Tersangka, dan Surat tersebut diantar oleh HENDRIKO, padahal Pemohon dilakukan penangkapan pada tanggal 18 Juni 2023, Pukul 01 : 00 AM malam sehingga hal ini menunjukkan bahwa tindakan Termohon sangat tidak prosedural dikarenakan bahwa penyidikan oleh Termohon hanya berasal dari Laporan Polisi Nomor : LP/A/03/VI/2023/SPKT/POLDA KALTENG, Tanggal 18 Juni 2023;

2.            Jika mengacu pada Laporan Polisi Nomor : LP/A/03/VI/2023/SPKT/POLDA KALTENG tanggal 18 Juni 2023, yang demikian dikarenakan adanya berawalnya  dari informasi masyarakat yang ada dugaan tindak Pidana Perdagangan Orang. Disini tidak secara rinci disebutkan bagaimana bentuk dan cara Laporan Polisi itu didapat oleh Termohon ? apakah Termohon dalam melakukan penangkapan terhadap Tersangka dengan melakukan penjebakan ? halmana fakta yang disampaikan oleh Termohon kepada pihak keluarganya kalau Termophon diminta oleh seseorang yang berinisial RHT untuk mencarikan perempuan, dan kepada Pemohon ditransfer sejumlah uang oleh si RHT ini kerekening Pemohon. Si korban inisial Ay mau meminta uang kepada Pemohon karena tidak punya uang, singkat cerita si Ay kemudian menjemput Pemohon dirumahnya dan kemudian bersama-sama berangkat ke Palangka Raya menuju ke salah satu Hotel di Jalan Tjilik Riwut Km. 5, karena Pemohon mengikuti petunjuk si RHT yang minta carikan perempuan tadi, menurut keterangannya saat itu Pemohon mendapat lagi transferan uang dari RHT untuk boking kamar hotel……

3.            Maka dengan demikian Laporan Polisi yang dimaksud pada poin Nomor 2 diatas, menurut Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana Pasal 3 ayat 5 huruf a ” laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung pristiwa yang terjadi.” Yang kemudian, Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/41/VI/RES.1.15./2023/Ditreskrimum tanggal 18 Juni 2023,, telah melakukan penyidikan atas laporan Polisi tersebut, menurut Pemohon tidak sesuai dengan PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2019 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA.

4.            Bahwa berdasarkan pada Pasal 4 :

-              (1) Setelah laporan Polisi dibuat, Penyidik/Penyidik Pembantu yang bertugas di SPKT/SPK pada tingkat Polda/Polres/Polsek atau pejabat penerima laporan yang bertugas di Satker pengemban fungsi Penyidikan pada tingkat Mabes Polri, segera melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara wawancara saksi pelapor.

-              (2) Kepala SPKT/SPK atau pejabat penerima laporan pada tingkat Mabes Polri, meneruskan laporan Polisi dan berita acara wawancara saksi pelapor kepada:

a.            pejabat pengemban fungsi pembinaan operasional penyidikan untuk laporan yang diterima di Mabes Polri;

b.            Direktur Reserse Kriminal Polda untuk laporan yang diterima di SPKT Polda sesuai jenis perkara yang dilaporkan;

c.             Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT Polres; atau

d.            Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPK Polsek.

-              (3) Penerimaan Laporan Polisi pada Satker pengemban fungsi penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

E.            PERMOHONAN

Berdasarkan uraian-uraian yuridis yang disebutkan diatas, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Cq. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut :

1.            Mengabulkan Permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;

2.            Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dengan dugaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-udang Noor 21 Tahun 2007 Tentang Tidak Pidana Pemberatasan Perdagangan Orang (TPPO) sesuai dengan Laporan Polisi Nomor : LP/A/03/VI/2023/SPKT/POLDA KALTENG tanggal 18 Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap./53/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023  dan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.Han/54/VI/RES.1.15/2023/Reskrimum tanggal 18 Juni 2023, adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum;

3.            Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon;

4.            Memerintahkan  kepada  Termohon  untuk  menghentikan penyidikan  terhadap   Pemohon   dalam   perkara   dugaan  tindak Pidana sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor : 21 tahun 2007 Tentang Tidak Pidana Pemberatasan Perdagangan Orang dan mengeluarkan Pemohon dari Tahanan;

5.            Merehabilitasi Nama Baik Pemohon disertai dengan Memulihkan  hak Pemohon dalam  kemampuan, kedudukan dan  harkat serta martabatnya;

6.            Menghukum Termohon untuk membayar biaya  perkara Praperadilan ini sesuai ketentuan perundang-undangan yang  berlaku;

ATAU :

Apabila Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Cq. Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Demikian Permohonan Praperadilan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Pihak Dipublikasikan Ya