Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2024/PN Plk 1.GUNTUR LAKSAMANA NANDI bin EDY SAIDILLAH
2.WANDI FRANATA bin YUSDIANSYAH
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA RI cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH cq. DIREKTUR RESERSE NARKOBA POLDA KALTENG DI PALANGKA RAYA Persidangan
Tanggal Pendaftaran Senin, 06 Mei 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2024/PN Plk
Tanggal Surat Senin, 06 Mei 2024
Nomor Surat 07/PH LAW OFFICE-SK/IV/2024
Pemohon
NoNama
1GUNTUR LAKSAMANA NANDI bin EDY SAIDILLAH
2WANDI FRANATA bin YUSDIANSYAH
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN NEGARA RI cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH cq. DIREKTUR RESERSE NARKOBA POLDA KALTENG DI PALANGKA RAYA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERIHAL :  PERMOHONAN PRAPERADILAN

                  

Dengan hormat;

Kami yang bertandatangan dibawah ini:

PARLIN BAYU HUTABARAT, S.H., M.H.
NUGRAHA K. MARSETYO, S.H.
ROYANTO GUNAWAN SIMANJUNTAK, S.H.

Advokat pada Kantor Advokat PH LAW OFFICE yang beralamat di Jalan Kalibata Ruko Nomor 04 Blok 02 Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah, alamat Elektronik hutabaratbayu@gmail.com; Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 26 April 2024; Bertindak sendiri – sendiri maupun bersama-sama sebagai Kuasa Hukum PARA PEMOHON/ PARA TERSANGKA:

N a m a                       : GUNTUR LAKSAMANA NANDI Bin EDY SAIDILLAH

Tempat tanggal lahir   : Pontianak, 17 April 2005

Jenis Kelamin             : Laki-laki

Pekerjaan                    : Belum Bekerja

Agama                        : Islam

Alamat                        : Jalan Tanjung Harapan RT/RW: 002/001, Kelurahan Banjar Serasan,

                                      Kec. Pontianak Timur, Kota Pontianak Prov. Kalimantan Barat;

Untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON I.

 

 

N a m a                       : WANDI FRANATA Bin YUSDIANSYAH

Tempat tanggal lahir   : Pontianak, 1 Februari 1993

Jenis Kelamin             : Laki-laki

Pekerjaan                    : Belum Bekerja

Agama                        : Islam

Alamat                        : Jalan Tanjung Harapan RT/RW: 002/001, Kelurahan Banjar Serasan,

                                      Kec. Pontianak Timur, Kota Pontianak Prov. Kalimantan Barat

Untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON II.

 

Dengan ini PARA PEMOHON (PEMOHON I dan PEMOHON II) mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan mengenai Sah atau Tidaknya Penetapan PARA PEMOHON sebagai Tersangka disertai dengan Penangkapan dan Penahanan dan ganti kerugian terhadap diri Para Pemohon;

MELAWAN

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH Cq. DIREKTUR RESERSE NARKOBA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH; Beralamat di Jalan Tjilik Riwut Km. 1 Palangka Raya; Untuk selanjutnya disebut sebagai TERMOHON;

 

ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

LANDASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

Bahwa semangat (ruh/spirit) berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [KUHAP] sebagaimana termuat pada bagian Konsideran huruf a ialah menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, sehingga filosofi berlakunya KUHAP tidak semata-mata hanya bertujuan memproses pelaku tindak pidana, melainkan juga bertujuan untuk mengawasi tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat penegak hukum terhadap individu ataupun subjek hukum lainnya, yang diduga melakukan tindak pidana dengan tetap mengacu pada due process of law;

 

 

 

Adapun salah satu bentuk pengawasan terhadap tindakan sewenang-wenang negara dalam hal ini adalah aparat penegak hukum yang termuat dalam KUHAP ialah Pengawasan Horizontal melalui pemeriksaan Praperadilan yang terinspirasi dari prinsip Habeas Corpus Act, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia, Khususnya hak kemerdekaan, sehingga prinsip Habeas Corpurt Act memberikan hak kepada seseorang melalui suatu surat perintah Pengadilan menuntut pejabat yang melaksanakan hukum pidana formil tersebut agar tidak melanggar hukum (illegal) atau tegasnya melaksanakan Hukum Pidana formil tersebut benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, hal ini untuk menjamin bahwa perampasan atau pembatasan kemerdekaan terhadap seseorang atau tersangka atau terdakwa itu benar-benar telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak manusia atau subjek hukum;

 

Bahwa keberadaan lembaga praperadilan, sebagaimana diatur dalam Bab X bagian kesatu KUHAP, Bab XII bagian kesatu KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/ PUU-XII/2014, secara jelas tegas dapat dimaksud sebagai sarana kontrol atau pengawasan secara horizontal untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum (in casu penyelidik/ penyidik maupun penuntut umum), sebagai upaya koreksi terhadap pengunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang di tentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia ataupun subjek hukum termasuk dalam hal ini Para Pemohon, dengan maksud sebagai peringatan agar penegak hukum harus hati-hati dalam melaksanakan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku;

 

Bahwa permohonan dalam pemeriksaan Praperadilan, selain dari persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara Pidananya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan berdasarkan Pasal 77 KUHAP, juga dapat meliputi penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagaimana dimaksud tertuang dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyebutkan :

a.   Pasal 77 huruf a Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, nomor 76, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.

b.   Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;"

 

Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang memperluas pemeriksaan Praperadilan yakni sah dan tidaknya Penetapan Tersangka, dengan pertimbangannya pada halaman 105-106 bahwa: “Penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya”.

 

Bahwa pengujian keabsahan penetapan Tersangka melalui lembaga Praperadilan patut dilakukan karena sehak seseorang ditetapkan Tersangka maka sejak itu pula segala upaya paksa dapat dilakukan terhadap seorang Tersangka dengan alasan kepentingan penegakan hukum. Oleh karena penetapan Tersangka merupakan bagian akhir dari rangkaian tindakan penyidik dalam proses penyidikan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 2 KUHAP, maka penetapan tersangka tersebut perlu diuji kebenaran atau keabsahannya. Secara hukum lembaga berwenang menguji dan menilai keabsahan Pentapan Tersangka adalah pengadilan melalui Praperadilan. Oleh karena itu, dalam menguji keabsahan penetapan status Tersangka pada hakekatnya adalah menguji dasar-dasar dari tindakan Penyelidik, Penyidik yang akan diikuti upaya paksa. Dengan kata lain, pengujian terhadap sah dan tidaknya penetapan tersangka, pada hakekatnya adalah menguji induk dari upaya paksa yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum;

 

Bahwa Berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP, Tersangka ialah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti Permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Sebagaimana kegunaan alat bukti untuk kepentingan pembuktian dipersidangan, maka penetapan seorang Tersangka harus berdasarkan dua alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 183 KUHAP Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014. Alat bukti yang sah tersebut berkaitan dengan cara memperoleh alat bukti, dan alat bukti yang sah tersebut sejak awal mula proses hukum acara suatu tindak pidana tersebut harus dipastikan diperoleh dengan cara-cara yang diatur oleh hukum.

Bahkan telah ditegaskan pula pada sebagaimana pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 20/PUU-XIV/2016, halaman 96, terkait alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah, dinyatakan, “Ketika aparat penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah atau unlawful legal evidence maka bukti dimaksud dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh Pengadilan”.  Dan pertimbangan Putusan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor 4/Pid.Pra/2024/PN.Plk pada halaman 82-83:

Menimbang, bahwa dengan telah dinyatakan telah terpenuhinya syarat normative berupa 2 (dua) alat bukti dalam penetapan tersangka terhadap Pemohon, maka selanjutnya akan dipertimbangkan apakah terhadap adanya 2 (dua) alat bukti tersebut merupakan alat bukti yang dapat dikatakan sah menurut hukum atau justru sebaliknya, sah disini diartikan bahwa cara mendapatkan alat bukti tersebut adalah sesuai dengan normative dan tidak melampau kewenangan, semisal tidak didapatkan dengan ancaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu daya serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Maka dengan demikian, tindakan penyidik untuk menentukan seseorang sebagai tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegak-kan Hukum Pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedural yang benar sebagaimana di atur dan ditentukan dalam KUHAP atau Perundang-Undangan yang berlaku, artinya setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas kepastian hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedural yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (penetapan tersangka) tidak di penuhi, maka sudah barang tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dikoreksi/ dibatalkan.

Pihak Dipublikasikan Ya