Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
6/Pid.Pra/2024/PN Plk ABDUL RAHMAN Pemerintah Negara RI cq Kepala Kepolisian Negara RI cq Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 16 Jul. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 6/Pid.Pra/2024/PN Plk
Tanggal Surat Selasa, 16 Jul. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1ABDUL RAHMAN
Termohon
NoNama
1Pemerintah Negara RI cq Kepala Kepolisian Negara RI cq Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERMOHONAN PRAPERADILAN TERSANGKA An. ABDUL RAHMAN.

 

Kepada Yth. :

KETUA PENGADILAN NEGERI

PALANGKA RAYA.

DI –

         PALANGKA RAYA.

 

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini : ----------------------------------------------------------

---------------------------------- MAHFUD RAMADHANI, S.H., M.H. ------------------------

------------------------------ H. AKHMADSYAH GIFFARY, S.H., M.H ---------------------

Para Advokat pada Kantor Advokat / Pengacara “MAHFUD RAMADHANI, S.H., M.H & REKAN” yang beralamat kantor di Jl. Lamtoro Gung / Bhayangkara IV, No. 865, RT. 002. RW. 015, Kelurahan Panarung, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya – Provinsi Kalimantan Tengah. Dapat bertindak baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Praperadilan tanggal 4 Juli 2024, bertindak selaku Penasihat Hukum / Kuasa Hukum dari Tersangka :

Nama                                         :  ABDUL RAHMAN

NIK.                                            :  6206020911890003

Tempat & Tanggal Lahir         :  Palangka Raya, 09 November 1989

Agama                                       :  Islam

Jenis Kelamin                          :  Laki-laki

Pekerjaan                                  :  Wiraswasta

Kewarganegaraan                  :  Indonesia

Alamat                                        : Jl. Haka 10, No. 393, RT.004, RW.015, Kelurahan Panarung, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

                        Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------------------- PEMOHON;

Perkenankanlah dengan ini Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan tersangka, tidak sahnya penggeledahan, tidak sahnya penyitaan,  tidak sahnya penangkapan, dan tidak sahnya penahanan terhadap PEMOHON yang diduga melakukan Tindak Pidana Pemerasan dan atau Pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHPidana dan atau Pasal 335 KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHPidana yang terjadi dalam kurun waktu bulan Agustus 2023 sampai dengan bulan Juni 2024 di Desa Tewang Menyangen, Kec. Tewang Sanggalang Garing, Kab. Katingan, Prov. Kalimantan Tengah, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/78/V/2024/SPKT/POLDA KALIMANTAN TENGAH, tanggal 6 Mei 2024.  

Karenanya dalam permohonan Praperadilan ini, Pemohon berlawanan dengan :

       PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA; Cq. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Cq. KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA; Cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH; Cq. DIREKTUR RESERSE KRIMINAL UMUM KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH.   bekedudukan di Jalan Tjilik Riwut Km. 1 Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Selanjutnya disebut sebagai ----- TERMOHON.

Adapun mengenai duduk perkara Permohonan Praperadilan a quo terurai sebagai berikut :

I.   DALIL POSITA TENTANG TIDAK SAHNYA PENETAPAN TERSANGKA ATAS DIRI PEMOHON:

1.    Bahwa dalam perkembangan dinamika hukum, obyek Praperadian tidak hanya terbatas pada Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP saja melainkan mencakup juga tentang tidak sahnya Penetapan status tersangka, tidak sahnya penyitaan, dan tidak sahnya penggeledahan, perluasan obyek Praperadilan tentang masuknya persoalan tidak sahnya penetapan sebagai tersangka, tidak sahnya penggeledahan, dan tidak sahnya penyitaan sebagai obyek Praperadilan, ini bersumber dari pasca Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi harkat dan martabat tersangka selaku manusia, sehingga penyidik tidak lagi sewenang-wenang main menetapkan seseorang sebagai Tersangka, menggeledah dan melakukan penyitaan tanpa prosedur yang benar;

2.   Bahwa dalam suatu negara hukum, hukum acara pidana diposisikan sebagai alat agar pelaksanaan proses hukum dijalankan secara benar dan adil [due process of law] demi penghormatan terhadap hak asasi manusia, yang antara lain mencakup upaya perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang (abuse of power) dari oknum penegak hukum, pemberian berbagai jaminan bagi tersangka untuk membela diri sepenuhnya, penerapan asas praduga tidak bersalah (presumtion of innocence), dan penerapan asas proses hukum yang adil (due process of law); serta penerapan asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law);

3.  Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 34/PUU-XI/2013, tertanggal 6 Maret 2014, ditegaskan bahwa ”prinsip negara hukum yang telah diadopsi dalam UUD 1945 (vide Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) meletakkan suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki hak asasi (HAM), yang dengan demikian mewajibkan orang lain, termasuk di dalamnya negara, untuk menghormatinya”. Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa ”Kewajiban negara untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (vide Pasal 28I Ayat (5) UUD 1945). Dan Hukum acara pidana merupakan implementasi dari penegakan dan perlindungan HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. Hal demikian sesuai pula dengan prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law”. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ”Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM yang juga merupakan hak konstitusional berdasarkan UUD 1945 maka dalam proses peradilan pidana yang dialami seseorang haruslah mendapatkan kepastian hukum yang adil (vide Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945)”;

4.    Bahwa Pasal 1 angka-14 KUHAP menyatakan :”Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” ;

5.    Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, menegaskan : ”KUHAP sebagai hukum formil dalam proses peradilan pidana di Indonesia telah merumuskan sejumlah hak tersangka sebagai pelindung terhadap kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Namun demikian masih beberapa frasa yang memerlukan penjelasan agar terpenuhi lex certa serta asas lex stricta sebagai asas umum dalam hukum pidana agar melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun penyidik khususnya frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 KUHAP. Ketentuan dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menegaskan : “…menurut mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka, frasa “Bukti permulaan”, “Bukti permulaan yang cukup” dan “Bukti yang cukup” sebagaimana di tentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus di tafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya kemungkinan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka.” Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa :“..pertimbangan mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka disamping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan Hak Asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik di dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang terlebih lagi di dalam menentukan bukti permulaan yang cukup yang selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik di dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka”;

6.  Bahwa bahkan berdasaran Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, untuk menetapkan seseorang sebagai Tersangka selain paling sedikit 2 (dua) alat bukti harus didukung juga dengan barang bukti (Vide : Pasal 25 Ayat (1) Perkap No. 6 Tahun 2019);

7.  Bahwa kronologis berawal yaitu pada hari Sabtu tanggal 29 Juni 2024 saat Pemohon dan beberapa rekan pemohon lainnya berjumlah 6 (enam) orang diantaranya Pemohon, Pak Harmen, Bu Rantian, Roni Karlos, Handren (Bapak Galiber) dan Deby Rahman, diundang oleh Kepala Desa Tewang Menyangen (HERTODIE) selaku Mediator untuk datang ke rumah Pelapor, yang terletak di Jalan Tjilik Riwut Km. 6,5 belakang Water Park samping Jalan Betutu No. 104 Palangka Raya, untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah antara Pelapor dan Pemohon, terkait kesepakatan untuk menerima pembayaran ganti rugi dari Pelapor atas sengketa lahan yang tumpang tindih antara Pelapor dan Pemohon selaku koordinator para pemilik objek lahan yang sudah disepakati berdamai sebelumnya melalui perantara Kepala Desa Tewang Menyangen (HERTODIE) dan beberapa kali telah melakukan pertemuan mediasi antara Pemohon dan Pelapor, dengan ganti rugi Pelapor kepada Pemohon selaku koordinator para pemilik objek lahan sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), bahkan penentuan nilai ganti rugi sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) tersebut itu bukan insiatif dari Pemohon melainkan dari Kepala Desa Tewang Menyangen (HERTODIE) yang menawarkan nilai angka tersebut, kemudian sekitar pukul 19.30 Wib sesampainya Pemohon bersama rekan-rekan pemohon lainnya yang berjumlah 6 orang tersebut, telah ditunggu oleh Kepala Desa Tewang Menyangen (HERTODIE) dan 1 (satu) orang temannya di teras rumah Pelapor, selanjutnya oleh Kepala Desa Tewang  Menyangen (HERTODIE), Pemohon dan Rekan-rekan Pemohon dipersilahkan masuk ke dalam rumah Pelapor yang disitu sudah ada Pelapor dan teman Pelapor 1 (satu) orang, di rumah Pelapor berlokasi di Jalan Tjilik Riwut Km. 6,5 di belakang water park samping Jalan Betutu No. 104 Palangka Raya, terjadilah obrolan-obrolan antara Pelapor dan pihak Pemohon, yang kemudian Pelapor menyampaikan : “sudah pernah melakukan pembayaran sebanyak 2 (dua) kali, dan ini ketiga kalinya”, dan kemudian Pelapor menanyakan : “kalau ga’ mau bayar mau apa ?”; dan kembali mengulangi pertanyaannya : “kalau ga’ mau bayar mau apa ?; dan Pelapor bertanya lagi: “kalau ga’ bayar berarti ga’ boleh kerja?”; Namun Pemohon dan rekan-rekan pemohon hanya diam saja karena tidak mengerti maksud Pelapor bicara seperti itu sebab yang Pemohon tahu bahwa Pelapor mau melakukan ganti rugi kepada Pemohon selaku koordinator para pemilik objek lahan. Selanjutnya Pelapor masuk ke dalam kamar dan kemudian keluar kamar membawa uang 3 (tiga) gepok, kemudian Pemohon diminta menghitungnya oleh Pelapor, Pemohon tidak mau menghitungnya, kemudian yang menghitungnya adalah Roni karlos, Pak Harmen, dan Handren (Bapak Galiber), dan saat menghitung itulah, kemudian Termohon datang dengan tiba-tiba berjumlah kurang lebih 7 (tujuh) orang, dengan mengatakan : “Jangan bergerak, tetap ditempat, disini ada indikasi pemerasan”, dan kemudian memerintahkan Pemohon dan beberapa rekan Pemohon untuk memegang uang yang ada saat penangkapan tersebut.

7.    Bahwa kemudian Pemohon dan rekan-rekan pemohon lainnya digeledah, dan kemudian Handphone Pemohon, Handphone Roni Karlos dan Handphone Deby Rahman diminta untuk ditaruh di dalam kantong plastik, selanjutnya Pemohon bersama rekan-rekan pemohon lainnya ditangkap dan selanjutnya dibawa ke kantor Polda Kalimantan Tengah sekitar pukul 20.00 Wib pada hari Sabtu Tanggal 29 Juni 2024 tersebut.

8.  Bahwa kemudian Pemohon dan rekan – rekan Pemohon yang ditangkap berjumlah 6 (enam) orang langsung diperiksa tanggal 29 Juni 2024 itu oleh Termohon sekitar kurang lebih Pukul 20.00 Wib, tanpa ada surat pemanggilan terlebih dahulu terhadap Pemohon dan rekan-rekan Pemohon, dan kemudian besok harinya yaitu hari minggu tanggal 30 Juni 2024 sekitar Pukul 18.30 Wib Pemohon mendapatkan informasi dari Termohon bahwa statusnya Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, dan saat itu Pemohon diperiksa kembali sebagai Tersangka tanggal 30 Juni 2024 tanpa didampingi oleh Penasihat Hukum Pemohon (Vide : Berita Acara Pemeriksaan Tersangka An. Pemohon).

9.   Bahwa Pemohon memang ada berkomunikasi via telepon dengan Penasihat Hukum yang diminta oleh Keluarga Pemohon, namun saat pemeriksaan terhadap diri Pemohon yang dilakukan Termohon tidak dalam proses pendampingan Penasihat Hukum Pemohon, bahkan ketika Penasihat Hukum Pemohon datang menemui Pemohon di Kantor Termohon, dan meminta agar dilakukan pemeriksaan ulang terhadap Pemohon yang statusnya sebagai Tersangka dengan didampingi Penasihat Hukum Pemohon, namun pihak Termohon menolaknya, sehingga Penasihat Hukum Pemohonpun menolak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Pemohon, karena memang faktanya Penasihat Hukum Pemohon tidak ada mendampingi Pemohon saat dilakukan pemeriksaan Berita Acara Tersangka terhadap diri Pemohon.

  10. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka adalah Tidak sah karena tidak sesuai atau tidak berdasarkan dengan prosedur yang benar

Pihak Dipublikasikan Ya