Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PALANGKARAYA
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2023/PN Plk Drs. H. JAINUDIN SAPRI 1.Kepala Kejaksaan Negeri Katingan
2.ERFANDY RUSDY QUILIEM, S.H., M.H.
3.Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah
4.Kepala Kejaksaan Republik Indonesia atau Jaksa Agung
5.Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Menteri Keuangan Republik Indonesia
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 16 Mar. 2023
Klasifikasi Perkara Ganti kerugian
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2023/PN Plk
Tanggal Surat Kamis, 16 Mar. 2023
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Drs. H. JAINUDIN SAPRI
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Negeri Katingan
2ERFANDY RUSDY QUILIEM, S.H., M.H.
3Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah
4Kepala Kejaksaan Republik Indonesia atau Jaksa Agung
5Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Menteri Keuangan Republik Indonesia
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

DALIL-DALIL PERMOHONAN

A. LEGAL STANDING PEMOHON

1.            Ketentuan sebagai Negara Hukum, yang tegas termuat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, amanat yang termuat dalam Konsideran Menimbang Huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ialah menjamin bahwa siapapun wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta menjamin kedudukan yang sama di dalam hukum tanpa terkecuali, sehingga ketentuan ini adalah pijakan kuat untuk memberikan perlindungan agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam menegakkan hukum, semua harus bertindak berdasarkan hukum yang berlaku, tidak berdasarkan hanya karena berkuasa;

2.            Di era perkembangan penegakkan hukum saat ini, telah banyak dipertontonkan dalam kehidupan nyata, bahwa Penegakkan Hukum “dapat saja” dibolak-balik bahkan acapkali terjadi rekayasa-rekayasa hukum, seperti halnya yang terjadi pada diri PEMOHON yang telah sebanyak dua kali yakni pada tahun 2021 dan awal tahun 2023 di tetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON I melalui cara kerja penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS), sehingga PEMOHON pun telah merasakan penderitaan selama mendekam sebagai Tahanan akibat tuduhan tak berdasarkan hukum tentang dugaan Tindak Pidana Korupsi penyaluran dana tunjangan khusus bagi guru pegawai negeri sipil daerah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017, padahal persoalan penyaluran dana tunjangan khusus Guru tersebut bermula dari ditemukannya Dugaan Tindak Pidana Pungutan Liar (PUNGLI) dengan total SENILAI  +/- RP. 900 JUTA LEBIH, akan tetapi persoalan hukum PUNGLI tersebut tidak pernang terungkap alias lenyap tanpa ada kejelasan sampai dimana prosesnya;

3.            Keyakinan kami pun semakin kuat dan nyata terkait dengan adanya Dugaan Tindak Pidana Pungutan Liar (PUNGLI) penyaluran dana tunjangan khusus Guru pegawai negeri sipil daerah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017 ialah didukung dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan perkara Terdakwa An. Supriady, S.Sos  yang dalam Putusan Perkara korupsi No.12/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Plk Tgl 06 September 2022 pada halaman 273 dinyatakan:

KARENA BARANG BUKTI TERSEBUT DIPERLUKAN OLEH PENUNTUT UMUM DALAM PEMBUKTIAN PERKARA LAIN PUNGUTAN LIAR OLEH JEFRI SURYATIN, MAKA BARANG BUKTI TERSEBUT DIKEMBALIKAN KEPADA PENUNTUT UMUM UNTUK DIPERGUNAKAN DALAM PERKARA LAIN

Akan tetapi lagi dan lagi kami tegaskan bahwa persoalan hukum PUNGLI tersebut tidak pernang terungkap alias lenyap tanpa ada kejelasan sampai dimana prosesnya.

4.            Bertambah Semakin jelas bahwa ditetapkannya PEMOHON sebagai Tersangka dan ditahan oleh TERMOHON I melalui cara kerja penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS) merupakan tindakan yang salah dalam menerapkan hukum ialah TERMOHON I dan TERMOHON II menempatkan menggunakan Keputusan Bupati Katingan No. 303 Tahun 2017 Tgl. 31 Juli 2017 yang diberlakukan secara surut, padahal dasar hukum terkait dengan penyaluran dana tunjangan khusus Guru pegawai negeri sipil daerah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017 adalah Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 80/P/2017 tanggal 3 April 2017 tentang penetapan daerah khusus tahun 2017 yang mengacu pada keputusan Kementrian Desa PDT dan Transmigrasi, sehingga menyikapi substansi dua peraturan a quo yang saling bertolakbelakang, maka penerapan hukum yang benar ialah dengan mengedepankan asas ”Lex Superior Derogat Lex Inferior” (Peraturan Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan Peraturan Hukum yang lebih rendah), akan tetapi asas hukum a quo tidak ditaati oleh TERMOHON I dan TERMOHON II selaku penyidik yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan;

5.            Bahwa yang seharusnya diproses tentang persoalan hukum PUNGLI sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan perkara Terdakwa An. Supriady, S.Sos  yang dalam Putusan Perkara korupsi No.12/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Plk Tgl 06 September 2022 pada halaman 273, TERMOHON I melalui cara kerja penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS) malah tidak mentaati isi Putusan Pengadilan perkara Terdakwa An. Supriady, S.Sos  a quo, akan tetapi yang terjadi pada diri PEMOHON ialah ditetapkan sebagai Tersangka dengan menerapkan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 UU TIPIKOR, yang merupakan sangat berbeda jauh dengan ketentuan Tindak Pidana PUNGLI yakni Pasal 12 UU TIPIKOR;

6.            Sungguh sangat membuat PEMOHON telah menderita yaitu pertama terjadi pada tahun 2021 tepatnya tanggal 16 Agustus 2021, PEMOHON ditetapkan Tersangka oleh TERMOHON I melalui cara kerja penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS) yang kemudian PEMOHON pun mengajukan permohonan Praperadilan dan permohonan dikabulkan sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 1/Pid.Pra/2021/PN.Ksn tanggal 13 September 2021, dengan amar putusan

MENGADILI

DALAM EKSEPSI

-              Menolak Eksepsi TERMOHON untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA

1.            Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk sebagian

2.            Menyatakan Penetapan Tersangka atas diri PEMOHON Drs. H. Jainudin Sapri tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;

3.            Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Khusus Kepala Kejaksaan Negeri Katingan Nomor: PRINT-105/O.2.18/Fd.1/08/2021 tanggal 16 Agustus 2021 yang menetapkan Tersangka An. Drs. H. Jainudin Sapri adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;

4.            Menyatakan Surat Perintah Penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Katingan Nomor: PRINT-106/O.2.18/Fd.1/08/2021 tanggal 16 Agustus 2021 terhadap diri PEMOHON Drs. H. Jainudin Sapri adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;

5.            Menyatakan Surat Perintah Penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Katingan Nomor: PRINT-107/O.2.18/Fd.1/08/2021 tanggal 16 Agustus 2021 dan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor B-243/ O.2.18/Fd.1/08/2021 tertanggal 30 Agustus 2021 terhadap diri PEMOHON Drs. H. Jainudin Sapri adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat;

6.            Memerintahkan kepada TERMOHON untuk mengeluarkan PEMOHON Drs. H. Jainudin Sapri dari dalam tahanan seketika setelah putusan dalam perkara ini diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;

7.            Menghukum TERMOHON untuk membayar semua biaya perkara sejumlah NIHIL;

8.            Menolak Permohonan PEMOHON selain dan selebihnya;

 

Kemudian terjadi kembali TERMOHON I melalui cara kerja penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS), PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka sebagaimana Surat Nomor: B-011/O.2.18/Fd.1/12/2022 Tanggal 14 Desember 2022 yang isinya menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan dalam Penyaluran Dana Tunjangan Khusus Bagi Guru Pengawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017, dan PEMOHON pun telah pula dilakukan Penahanan sebagaimana Surat Perintah Penahanan Nomor:PRINT-90/O.2.18/Fd.1/02/2023 tanggal 13 Februari 2023 jo Surat Perintah Perpanjangan Penahanan No: PRINT-130/0.2.18/Fd.1/03/2023 tanggal 2 Maret 2023, yang kemudian PEMOHON kembali mengajukan permohonan Praperadilan yang sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 menyatakan Penetapan Pemohon sebagai Tersangka adalah tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang melanggar HAM yang melekat dalam diri PEMOHON, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat. Yang oleh karena itu maka Penahanan terhadap diri Pemohon yang dimulai sejak tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk dibacakan pada tanggal 14 Maret 2023 adalah tidak sah, cacat hukum dan melanggar hak asasi Pemohon;

7.            Yang kemudian pula Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 menyatakan bahwa Penahanan terhadap PEMOHON pun juga dinyatakan tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang melanggar HAM yang melekat dalam diri PEMOHON, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat, yang oleh karena itu telah secara jelas dan nyata bahwa PEMOHON telah menjalani masa Penahanan selama 31 (tiga puluh satu) hari, terhitung mulai tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan tanggal sampai dengan Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk dibacakan pada tanggal 14 Maret 2023 telah sangat merugikan bagi diri Pemohon yakni hak Pemohon untuk dapat hidup merdeka dan bebas, akan tetapi oleh TERMOHON I akibat ulah tindakan penyidikan TERMOHON II yang secara sewenang-wenang tidak sesuai aturan hukum yang berlaku alias suka-suka telah menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan menahan diri Pemohon. Selanjutnya walaupun PEMOHON harus dikeluarkan dari tahanan sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk a quo, akan tetapi sampai dengan Permohonan ini diajukan pada tanggal 16 Maret 2023, Pemohon masih ditahan oleh TERMOHON I, sehingga kami pun mempertanyakan dimana kah akal pikiran dan hati nurani kalian TERMOHON I wahai Penegak Hukum?? Apakah Kewenangan yang diberikan pada kalian digunakan untuk menindas kami??

 

8.            Bahkan tragisnya lagi, ketika Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 selesai dibacakan pada sekitar pukul 15.00 Wib, yang salah satu amar putusannya memuat Memerintahkan kepada TERMOHON I untuk segera membebaskan/mengeluarkan PEMOHON 

dari tahanan seketika setelah putusan dibacakan, juga tidak ditaati oleh TERMOHON I maupun TERMOHON II, bahkan sampai pada pukul 24.00 Wib pada tanggal 14 Maret 2023 itu pun juga PEMOHON tidak dikeluarkan dari tahanan oleh  TERMOHON I maupun TERMOHON II. Sehingga dapat disimpulkan ini bukti nyata dan tidak terbantahkan bahwa TERMOHON I maupun TERMOHON II tidak lagi mentaati Putusan Pengadilan, lalu kemana lagi kah PEMOHON meminta perlindungan hukum dan keadilan atas semua ini? Hak Asasi PEMOHON sudah dirampas dan dilanggar.

9.            Terhadap penderitaan yang telah dialami oleh PEMOHON, kami pun menyesalkan mengapa TERMOHON I dan TERMOHON II serta TURUT TERMOHON I dan TURUT TERMOHON II meng-ingkari ketentuan-ketentuan yang telah diberlakukan di negeri ini, mulai dari:

a.            Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yakni “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”,

b.            Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 34/PUU-XI/2013, tertanggal 6 Maret 2014, menegaskan bahwa ”prinsip Negara hukum yang telah diadopsi dalam UUD 1945 (vide Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) meletakkan suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki Hak Asasi Manusia (HAM), yang dengan demikian mewajibkan orang lain, termasuk di dalamnya negara, untuk menghormatinya”. Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa ”Kewajiban negara untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (vide Pasal 28I Ayat (5) UUD 1945).

c.             Hukum acara pidana merupakan implementasi dari penegakan dan

perlindungan HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. Hal demikian sesuai pula dengan prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law”. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ”Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM yang juga merupakan hak konstitusional berdasarkan UUD 1945 maka dalam proses peradilan pidana yang dialami seseorang haruslah mendapatkan kepastian hukum yang adil (vide Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945)”;

d.            Ketentuan Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yakni “Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”

e.            UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), telah memuat janji Negara Republik Indonesia untuk memberikan jaminan guna pemulihan hak-hak seseorang yang telah dilanggar berkaitan dengan pelaksanaan tugas institusi negara ic. penegak hukum;

B. DASAR HUKUM PERMOHONAN 

10.          Bahwa Pasal 1 butir ke-22 KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) menyatakan: “Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

11.          Bahwa Pasal 95 KUHAP [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981] menyatakan:

(1)          Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

(2)          Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

(3)          Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

(4)          Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

(5)          Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

Pasal 96 KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981 menyatakan :

(1)          Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.

(2)          Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Penjelasan Umum butir ke-3 huruf d KUHAP [UU Nomor 8 Tahun 1981] menegaskan: “Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.

12.          Bahwa ketentuan terkait mengenai tuntutan ganti kerugian dimaksud dalam KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, antara lain;

Pasal 7, yang berbunyi :

(1)          Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.

(2)          Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.

Pasal 9, yang berbunyi :

(1)          Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2)          Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga  tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(3)          Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”

Pasal 10, yang berbunyi:

(1)          Petikan putusan atau penetapan mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan diucapkan.

(2)          Petikan putusan atau penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada penuntut umum, penyidik, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.” dan Pasal 11, yang berbunyi:

(1)          Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

(2) Pembayaran ganti kerugian dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang keuangan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pembayaran ganti kerugian diatur dengan Peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

13.          Bahwa Pasal 1 butir 23 KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981)  menyatakan:

“Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

14.          Bahwa Pasal 97 ayat (1) KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) menyatakan:

“Seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

C. KEWENANGAN MENGADILI

15.          Bahwa merujuk pada ketentuan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

Pasal 10 ayat 1 ”Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”

Pasal 25 ayat 2 “Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

Dan Pasal 95 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981):

(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

(4)          Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) Ketua Pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

Oleh karena dalam permohonan ini PEMOHON telah ditahan selama 31 (tiga puluh satu) hari, terhitung mulai tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan tanggal 15 Maret 2023 sebagai akibat ditetapkan Tersangka oleh TERMOHON I akibat ulah tindakan penyidikan TERMOHON II yang salah dalam menerapkan hukum menetapkan seseorang sebagai Tersangka sehingga terkesan sewenang-wenang tidak sesuai aturan hukum yang berlaku alias suka-suka, yang kemudian berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 menyatakan bahwa Penetapan Tersangka PEMOHON dan Penahanan terhadap PEMOHON dinyatakan tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang melanggar HAM yang melekat dalam diri PEMOHON, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat, dan dengan alasan salah satu kedudukan Para Pihak (TURUT TERMOHON I) berada diwilayah hukum Pengadilan Negeri Palangka Raya, maka dengan demikian Pengadilan Negeri Palangka Raya memiliki kewenangan mengadili tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh Pemohon.

D. TENGGANG WAKTU PENGAJUAN TUNTUTAN GANTI KERUGIAN

16.          Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan: “Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.”

17.          Bahwa berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk yang dibacakan pada hari Selasa tanggal 14 Maret 2023 dengan dihadiri oleh Pemohon, Termohon I dan Turut Termohon I, yang amar putusannya menyatakan bahwa Penetapan Tersangka PEMOHON dan Penahanan terhadap PEMOHON dinyatakan tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang melanggar HAM yang melekat dalam diri PEMOHON, tidak sah dan batal demi hukum serta tidak berlaku mengikat. Akan tetapi dikarenakan Pemohon telah dikenakan Penahanan oleh Termohon I sejak tanggal 13 Februari 2023 sebagaimana Surat Perintah Penahanan Nomor:PRINT-90/O.2.18/Fd.1/02/2023 tanggal 13 Februari 2023 jo Surat Perintah Perpanjangan Penahanan No: PRINT-130/0.2.18/Fd.1/03/2023 tanggal 2 Maret 2023, yang terhitung sejak tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan Permohonan ini diajukan pada tanggal 16 Maret 2023 yakni selama 31 (tiga puluh satu) hari PEMOHON telah ditahan akibat kekeliruan penerapan hukum yang dilakukan oleh Termohon I sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk yang dibacakan pada hari Selasa tanggal 14 Maret 2023. Maka dengan demikian permohonan pemeriksaan praperadilan mengenai tuntutan ganti kerugian ini diajukan masih dalam tenggang waktu menurut hukum untuk diterima, diperiksa dan diadili;

E. POKOK PERMOHONAN

18.          Bahwa apa saja yang telah PEMOHON uraikan pada Bagian A sampai dengan Bagian D tersebut di atas, sepanjang relevan dianggap berlaku dan terulang kembali pada bagian pokok permohonan ini;

 

19.          Bahwa dari awal penyelidikan dan penyidikan terkait dengan Penyaluran Dana Tunjangan Khusus Bagi Guru Pengawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017 yang dilakukan oleh TERMOHON II selaku Kepala Seksi Khusus Tindak Pidana Khusus (KASIPIDSUS) yang merupakan representasi  TERMOHON I terdapat banyak pelanggaran dalam penerapan hukum mulai dari:

a.            persoalan hukum PUNGLI tersebut tidak pernang terungkap alias lenyap tanpa ada kejelasan sampai dimana prosesnya, padahal telah terungkap jelas sebagai fakta hukum sebagaimana perkara Terdakwa An. Supriady, S.Sos  Putusan Perkara korupsi No.12/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Plk Tgl 06 September 2022 pada halaman 273

b.            Kesalahan dalam menerapkan hukum dengan menggunakan Keputusan Bupati Katingan No. 303 Tahun 2017 Tgl. 31 Juli 2017 yang diberlakukan secara surut, padahal dasar hukum terkait dengan penyaluran dana tunjangan khusus Guru pegawai negeri sipil daerah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Katingan Tahun Anggaran 2017 adalah Keputusan Menteri Pendidikan Nomor 80/P/2017 tanggal 3 April 2017 tentang penetapan daerah khusus tahun 2017 yang mengacu pada keputusan Kementrian Desa PDT dan Transmigrasi, sehingga menyikapi substansi dua peraturan a quo yang saling bertolakbelakang, maka penerapan hukum yang benar ialah dengan mengedepankan asas ”Lex Superior Derogat Lex Inferior” (Peraturan Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan Peraturan Hukum yang lebih rendah);

c.             Penahanan PEMOHON selama 31 (tiga puluh satu) hari, terhitung mulai tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan tanggal 15 Maret 2023 dikarenakan ditetapkan sebagai Tersangka yang tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023

d.            Kemudian ditambah lagi sikap TERMOHON I yang tidak mau ”segera” mengeluarkan PEMOHON sebagaimana amanat Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023, yang sampai pada pukul 24.00 Wib hari Selasa tanggal 14 Maret PEMOHON tidak juga dikeluarkan dari tahanan bahkan sampai dengan permohonan ini diajukan pada tanggal 16 Maret 2023, PEMOHON pun belum juga dikeluarkan dari Tahanan.

20.          Bahwa terhadap fakta sampai dengan permohonan ini diajukan pada tanggal 16 Maret 2023, PEMOHON pun belum juga dikeluarkan dari Tahanan, yang bertentangan dengan amanat Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023, anak Pemohon pun juga telah mengajukan laporan/Pengaduan ke Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dikarenakan terbukti secara jelas dan nyata PEMOHON telah ditahan tanpa dasar hukum yang sah oleh TERMOHON I sehingga perbuatan TERMOHON I telah merampas hak kemerdekaan diri PEMOHON sebagaimana ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 333 KUHPidana;

21.          Bahwa menjadi sesuatu yang sangat arogan dan tidak memiliki itikad baik dari TERMOHON I yang tidak mengeluarkan PEMOHON dari tahanan sebagaimana amanat Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 informasi yang diperoleh karena TERMOHON I tidak mendapatkan petikan atau salinan Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk adalah bentuk upaya sewenang-wenang TERMOHON I untuk merampas kemerdekaan PEMOHON dan bentuk pelecehan terhadap putusan pengadilan, sebab pada saat Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 dibacakan, TERMOHON I hadir di persidangan melalui kuasanya yakni JONATHAN BERNANDUS NDAUMANU, SH AJUN JAKSA MADYA NIP. 19950603 201902 1 005 dan SEPTA PRATAMA, SH AJUN JAKSA MADYA NIP 19920923 202012 1 014, sehingga menurut hukum telah dianggap mengetahui putusan praperadilan a quo. Berbeda halnya bilamana para pihak tidak hadir pada saat pembacaan putusan, yang praktiknya bagi yang tidak hadir maka dianggap mengetahui putusan setelah mendapatkan Relas salinan (petikan) putusan dari Pengadilan. Bahkan masih kami ingat, setelah Putusan Praperadilan di bacakan pada hari Selasa tanggal 14 Maret 2023 sekitar pukul 15.30 Wib kuasa Termohon I JONATHAN BERNANDUS NDAUMANU, SH AJUN JAKSA MADYA NIP. 19950603 201902 1 005 telah kami temui bahkan sampai malam hari pun kami mempertanyakan pada Kuasa Termohon I tersebut via WhatsAp akan tetapi tidak direspon dengan itikadi baik. Lalu kemudian kembali kami hubungi Kepala Seksi Intel bawahan TERMOHON I juga tidak ditanggapi. Upaya kami ialah meminta keadilan atas hak kemerdekaan dan kebebasan Drs. H. JAINUDIN SAPRI sebagaimana putusan praperadilan a quo yang sampai permohonan ini diajukan Drs. H. JAINUDIN SAPRI masih berada dalam tahanan RUTAN Kelas II A Palangka Raya.

22.          Bahwa sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 54 ayat 1 dan Pasal 30 ayat 1 huruf b UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 11 Tahun 2021, yang memuat tugas dan kewenangan Jaksa melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga dikarenakan  Putusan Praperadilan Nomor 2/Pid.Pra/2023/PN.Plk tanggal 14 Maret 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap dikarenakan tidak dapat diajukan upaya hukum, maka sebagaimana amanat  Putusan Praperadilan a quo yakni untuk segera membebaskan/mengeluarkan PEMOHON dari tahanan seketika setelah putusan dibacakan, akan tetapi tidak ditaati oleh TERMOHON I maupun TERMOHON II, bahkan sampai pada pukul 24.00 Wib pada tanggal 14 Maret 2023 itu pun juga PEMOHON tidak dikeluarkan dari tahanan oleh TERMOHON I maupun TERMOHON II, sehingga sangatlah jelas bahwa selain penahanan diri PEMOHON akibat kesalahan dalam menerapkan hukum sebagai Tersangka, juga terbukti tidak dikeluarkannya PEMOHON dari tahanan seketika setelah putusan dibacakan pada hari Selasa tanggal 14 Maret 2023 sampai dengan permohonan ini diajukan pada hari Kamis tanggal 16 Maret 2023 adalah merupakan pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi Manusia dikarenakan sejak putusan praperadilan a quo, maka tidak ada alasan yang sah menurut hukum untuk menahan diri PEMOHON;

23.          Bahwa akibat tindakan TERMOHON I maupun TERMOHON II yang salah dalam menerapkan hukum menetapkan seseorang sebagai Tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup, sehingga berakibat PEMOHON telah ditahan selama 31 (tiga puluh satu) hari, terhitung mulai tanggal 13 Februari 2023 sampai dengan tanggal 16 Maret 2023, PEMOHON telah dirampas hak-hak asasi-nya yakni kemerdekaan dan kebebasan akibat ditahan sehingga telah menimbulkan kerugian yang nyata bagi diri Pemohon serta berakibat juga telah merusak nama baik dan harga diri PEMOHON dan PEMOHON pun merasa shock dan malu untuk mengembalikan keadaan ini menjadi baik;

24.          Bahwa jika saja TERMOHON I dan TERMOHON II menjalankan fungsi perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dalam konteks tugas pokok menegakkan hukum dan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, TERMOHON I seharusnya tidak menetapkan PEMOHON sebagai tersangka dan tidak melakukan Penahanan terhadap diri Pemohon, akan tetapi TERMOHON I sejak awal telah sangat lalai dan lengah serta untuk mengkoreksi hasil pekerjaan yang dilakukan oleh TERMOHON II demi berupaya untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar tanpa alat bukti yang cukup, sehingga untuk itu wajib menurut hukum Bahwa TERMOHON I dan TERMOHON II sebagaimana diuraikan di atas berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus bertanggungjawab atas tindakannya merampas kemerdekaan dan atau mengurangi kebebasan PEMOHON;

...

PETITUM PERMOHONAN

Bahwa sebagaimana uraian dalam dalil-dalil permohonan ini, maka kami memohon kepada Hakim yang mengadili permohonan ini untuk mengabulkan semua permohonan ini, dengan putusan sebagai berikut:

1.            Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2.            Menyatakan Pengadilan Negeri Palangka Raya Ic. Hakim Praperadilan berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan mengenai tuntutan ganti kerugian yang diajukan PEMOHON karena PEMOHON telah ditahan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

3.            Menyatakan, menetapkan PEMOHON berhak memperoleh ganti kerugian materil sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta) rupiah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan kerugian Immateriil sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyard) rupiah atau seadil-adilnya menurut pertimbangan hakim yang mengadili, yang pelaksanaannya dilakukan oleh TURUT TERMOHON III sebagai Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;

4.            Memerintahkan, menetapkan, mewajibkan TERMOHON I dan TERMOHON II secara tanggung renteng, seketika dan sekaligus setelah putusan ini diucapkan untuk membayar ganti kerugian kepada PEMOHON sebagaimana dimaksud dalam petitum permohonan angka-3 di atas;

5.            Memerintahkan, menetapkan, mewajibkan TURUT TERMOHON I, II dan III untuk Tunduk dan taat atas putusan dalam perkara ini;

6.            Memerintahkan TERMOHON I dan TERMOHON II untuk merehabilitasi nama baik PEMOHON melalui pernyataan permohonan maaf kepada diri PEMOHON secara resmi dan terbuka baik melalui Media Masa Cetak dan atau Elektronik selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;

7.            Membebankan biaya perkara pada Negara.

ATAU

Mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono), dan semoga Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa membukakan jalan pikiran kita semua untuk bisa menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah dengan menegakkan hukum berdasarkan Hati Nurani yang bersih yang lepas dari segala rekayasa hukum, industry hukum  dan sikap haus untuk menghukum orang yang belum tentu bersalah Amin.

Pihak Dipublikasikan Ya